Tuesday, May 7, 2019

Cerpen Absurb Ala-ala Pencari Cahaya: Hiburan Langit

   Jangan berpaling. Senja ini berwarna abu-abu. Senja tidak berpaling, namun mendung bergemuruh menutupi warna jingga. Senja masih ada, dibalik tabir abu-abu sang mega. Senja hanya bersembunyi, dari kabut-kabut resah manusia yang menanti cahaya matahari habis di kaki bumi.

   Sejak beberapa waktu yang lalu langkah-langkah kaki terhenti. Langkah-langkah kaki menuju cahaya abadi itu terhenti. Sudah sekian lama mereka berjalan, namun tak juga menemui yang dicari. Mereka mulai resah akan tujuan yang tak pernah mereka lihat, mereka mulai ragu. Tidak lama kemudian, mereka saling menyalahkan. Lalu timbul pertengkaran. 

   Ada sedikit waktu sebelum pertumpahan darah terjadi, melewati senja yang mendung itu, satu katak bersenandung. Kerumunan pertengkaran itu berhenti. Menoleh ke arah katak yang bersenandung, hujan kemudian turun. Rintik-rintiknya terbang jatuh saling mendahului. 

"Siapa yang pertama memeluk bumi, dia yang menang."

  Mungkin begitu kalau rintik itu bisa bicara. Kerumunan pencari cahaya abadi itu bersuka ria. Bersenandung bersama sang katak. 

   Lalu, kalau mau lebih jeli lagi, ada satu rintik yang kecewa. Ia bukannya jatuh memeluk bumi, namun bercampur peluh sisa-sisa pertengkaran tadi. Wajahnya masam. Dengan cepat ia menyadari, ternyata keringat itu kawan lamanya yang pernah ia temui di sungai Citarum. 

"Oi, gimana kabarmu kawan lama? Jadi keringat disini engkau rupanya." 

"Aih, sesama pejuang, baru saja aku keluar dari tubuh manusia ini, kapan ya bisa menguap menjadi hujan lagi?" 

  Percakapan normal kawan lama yang bertemu kembali itu terus terjadi. 

"Kalau panas mentari, segeralah engkau ke permukaan, segeralah menguap, tak lama kemudian pasti angin terbangkan engkau, jadi hujan lagi." 

Si keringat masih tersenyum, 

"Bisa saja. Bolehlah kalau sekali lagi kita mengarungi sungai bersama." 

Si rintik hujan tertawa, 

"Haha, apa tak bosan engkau itu?" 

   Mereka akhirnya jatuh ke tanah bersama-sama, bersama ribuan tetes air hujan yang mengalir, berbagi cerita sepanjang perjalanan yang mereka lalui setelah berpisah dari sungai Citarum.

  Oh masih dengan senja yang hujan syahdu. Diantara kerumunan yang bersenandung bersama katak tadi, ada seorang manusia yang berdiam diri menikmati hujan. Ia rasakan air menimpa wajahnya. 

"Segaaar"

Kebahagiaan hujan tak pernah ia rasakan seperti ini. Semuanya menyambut dengan suka cita. Semuanya termasuk bumi yang ia pijakan kaki diatasnya. Bumi itu juga ingin bilang, 

"Segaaar." 

Ups, satu kilat nampak dari kaki langit, lalu suaranya mengikuti, 

"Jedaaaaar." 

   Petir menyambar pohon kelapa tak jauh dari kerumunan tadi. Bumi menutupkan tangan ke mulutnya. Lupa, kalau ia bilang "Segaaar" lagi, serta merta yang keluar dari mulutnya ada kilatan dan suara sang petir.

  Melihat gelagat bumi yang demikian, matahari tertawa terbahak-bahak. Dari jauh ia seperti menyaksikan pentas yang ada di bumi. Lalu matahari itu berkata dalam hati, 

"Mereka bisa bahagia dengan hal sederhana, seperti hujan. Karena hujan pertengkaran terhenti. Karena hujan mereka bersenandung. Akan aku tunjukkan, kebahagian lain yang telah Tuhan berikan kepada mereka." 

Criiing... 

  Senja sedikit tersingkap dari tabir abu-abu. Cahaya matahari menembus melewati rintik yang masih syahdu. Lalu, seberkas mejikuhibiniu melingkar di kaki langit bagian Barat. Sepotong pelangi menjadi hiasan langit nun jauh tak dapat digapai. 

   Diantara manusia yang berkerumun tadi, salah seorang manggut-manggut. 

"Cahaya abadi mungkin tak dapat kita gapai hari ini, tapi aku tahu cahaya itu ada. Keadaan kita saat ini bukan didesain untuk dapat melihatnya, karena cahaya abadi sungguh istimewa. Hanya orang-orang yang lulus, yang akan diberikan penglihatan untuk melihat sosoknya yang sempurna." 

  Ia lalu memantapkan lagi langkah kakinya yang tadi lelah. Ah, yang barusan itu cukup membuatnya terhibur dan kembali bersemangat untuk terus melangkah.



#Day2
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah

No comments:

Post a Comment