Friday, September 27, 2019

Renungan tentang Bersyukur: Terbataslah, Maka Bahagia Itu Sederhana

Judulnya seperti aku orang yang bahagia aja sih ya? Padahal enggak juga kok. Hehe. Tapi ada satu ide yang tercetus tentang kebahagiaan, hm, kenikmatan, ya apapun namanya. Ilustrasinya begini. Baca cerita ini dengan sabar ya. Hehe.

Aku termasuk orang yang tidak pernah hitung-hitungan soal pengeluaran. Bukan karena aku kaya, tapi memang seringnya begitu. Seringnya uang di saku itu cukup. Ehm. Ya kalau habis, minta. Hehe.

Tapi pada masanya, aku nggak bisa gitu lagi. Aku cuma punya uang terbatas untuk seminggu kedepan, saat itu. Mau nggak mau, aku bener-bener jeli memperhatikan pengeluaran. Bahkan jeli banget sama harga makanan di kantin yang sebelumnya aku abai-abai aja.

Ibaratnya, 500 perakpun sangat berharga saat itu.

Memang rasanya nggak enak. Mau makan enak tapi nggak bisa. Bisa sih, tapi hari kedepannya mau makan apa? Dari situlah menjadikan aku berpikir, dan bersyukur, bahkan masih banyak yang nggak punya makanan untuk dimakan hari itu.

Mau nggak mau, harus bersyukur dong dengan makanan yang ada. Setidaknya masih bisa makan jamur goreng yang juga nikmat.

Lalu di masa-masa itu, entah ada angin dari mana, temenku nraktir aku nasi goreng cumi. Wah! Aku seneng banget dong. Merasa sangat dibantu sama dia. Bisa bayangin nggak sih dapet sesuatu yang kamu idam-idamkan secara gratis di saat kamu nggak bisa memenuhinya sendiri?

Iya, rasanya bahagia banget ditraktir temen. 

Dari situ aku berpikir, nggak ada salahnya juga ngerasain berhemat, yang notabene rasanya bakal susah. Ternyata kita jadi bisa merasakan kenimatan/kebahagiaan lewat sesuatu yang sederhana.

Sederhananya, perasaanku lebih bahagia saat di traktir temen dalam kondisi aku lagi terbatas daripada di traktir dalam kondisi aku mampu beli. Walaupun keduanya sama-sama bahagia, tapi levelnya beda.

Sederhananya lagi, aku jadi lebih aware sama harga-harga. Makan sama pindang ternyata lebih murah daripada sama sayap. Makan sama tahu tempe malah lebih murah lagi. Harga pukis sama onde-onde ternyata sama, aku lebih suka onde-ondenya jadi beli itu aja.

Ilustrasi lainnya juga pernah aku alami saat KKN.

Kita tidur seadanya. Makan juga sederhana. Air juga kadang hidup kadang mati. Semua itu adalah sebuah keterbatasan, ya kalau boleh disebut adalah sebuah kesusahan.

Tapi, keterbatasan itu membuat kita menghargai hal-hal sederhana. Menghargai kemudahan-kemudahan sederhana. Misalnya?

Ketika kita ketemu kasur yang empuk, kita bahagia. Iya karena biasanya hanya beralas tikar lalu masuk ke sleeping bag. Kasur menjadi barang mewah. Bahagia kita sederhana banget. Ketemu kasur.

Ketika ibu pondokan tiba-tiba masak sup ceker, kita bahagia banget. Atau masak cumi. Atau masak tempe pedes. Masakan-masakan yang sebenarnya biasa itu jadi terasa lebih menyenangkan ketika dimakan. Karena biasanya, ya begitu, tidak seperti di kota yang bisa makan apa aja.

Lalu, ketika air di pondokan menyala dengan deras, itu juga jadi kebahagiaan sederhana kita. Karena air sering mati. Bisa mandi dengan air melimpah itu seperti mandi di surga. Hehe, lebay sih. 

Tapi memang demikian. Kesulitan, keterbatasan, membuat kita bisa bahagia dengan hal-hal sederhana.

Lalu aku mengambil sebuah kesimpulan.
Terbataslah, maka kebahagiaan akan menjadi hal yang amat sederhana (mudah kamu dapatkan lewat hal-hal sederhana).
Jika kamu tidak pernah mendapatkan kondisi yang terbatas itu, maka ciptakanlah. Haha enggak sih aku belum pernah mencoba membatasi diriku sampai segitunya. 

Hal ini kayaknya nggak cuma berlaku untuk masalah gaya hidup atau soal uang saja. Soal perasaan kayaknya juga bisa deh.

Batasilah, interaksimu yang belum saatnya itu. Analoginya sama aja. Keterbatasan itu akan menciptakan kebahagiaan-kebahagiaan yang sederhana.

Pernah dengerkan sebuah hadis yang kurang lebih begini, "Nikmatnya orang berpuasa itu ada dua, pertama saat berbuka, kedua saat menerima pahalanya." Kalau nggak salah gitu ya, intinya mau menekankan dibagian 'saat berbuka.'

See? Ketika puasa kita menahan diri, mebatasi nafsu kita, maka saat berbuka adalah saat yang dinantikannya 'kan? Melepas dahaga menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri, yang itu takkan dirasakan oleh mereka yang tidak berpuasa.

Jadi... pernah mengalami hal yang sama? You same with me. 

It's okay if, now, you are in a trouble or something that makes you sad or difficult, kamu akan lebih peka terhadap kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang nggak kamu rasakan saat kamu dalam kondisi yang sempurna.

Jadi, sebenernya bener banget kalau orang beriman itu kalau dikasih nikmat dia bersyukur dan kalau ditimpa kesulitan dia bersabar. 

Yup, bersabar, karena sungguh dalam kesulitan itu hal-hal sederhana akan lebih kita hargai. Kenikmatan sebentar lagi akan menyapanya. Mungkin, nikmatnya orang bersabar itu kayak gitu ya?

Oh iya, aku juga nggak tahu tetiba aja ide ini muncul. Siapa lagi kalau bukan Allah yang mengijinkannya? Maksudnya gini, aku sama aja masih susah buat bersabar sama bersyukur. 

Bukan berarti apa yang aku tulis ini sudah aku terapkan dengan benar. Aku membaginya disini bukan karena aku sudah bahagia.

Tapi gini, Allah sudah mengijinkan aku memikirkan ini, sayang banget kalau cuma buat aku sendiri. Aku nggak berharap banyak, tapi semoga siapapun bisa memikirkan lagi kebahagiaanya. 

Dan intinya, cobalah untuk menemukan kebahagiaan disituasi paling sulit sekalipun. Berprasangka baiklah sama Allah.

So, I will ask you one question. 

Apakah sekarang kamu sedang bahagia? ^^ Alhamdulillah. Barakallah, semoga senantiasa Allah kuatkan ya.
Source pict: komikmuslimah.blogspot.com

No comments:

Post a Comment