Monday, September 9, 2019

Kisah Nyata: Skripsiku Mangkrak, Bangkit karena Tema Skripsinya Spiritualitas

Pagi masih menyapa diriku yang larut dalam sebuah kesalahan. Bukan diperbaiki, namun aku biarkan dia menganga. Seperti sebuah luka besar yang dibiarkan tanpa perawatan, tentunya dia akan mengundang bakteri-bakteri dan patogen lainnya untuk singgah dan memperbanyak diri di luka tersebut. Semakin lama menjadi semakin busuk dan tercium aroma menyengat yang tak sedap. 


Aku ingin menyebutnya sebagai cobaan. Tapi rasanya tidak tepat, karena cobaan adalah untuk menguji seseorang untuk naik level berikutnya 'kan? Artinya seseorang itu menghadapinya dengan usaha. Sementara aku, aku berusaha tapi tidak maksimal. Dan itulah yang aku terima akibatnya saat ini. Itulah kesalahanku. Murni kesalahanku. Orang-orang sudah mendukungku, hanya tinggal aku menggerakkan tubuhku.

Aku masih tak mengerti bagaimana caranya untuk kembali pada jalur yang mengantarkanku pada tujuanku. Nasehat yang aku terima tak mampu mengubah diriku. Tak semudah itu. Apalagi jika yang memberikanku nasehat adalah orang yang tak merasakan kesalahan yang aku perbuat. Memang salah melihat siapa yang membicarakan nasehat tersebut, sebaiknya kita fokus pada apa yang dikatakannya. Yah,tapi bagaimana lagi? Lebih banyak nasehat itu aku rasakan hanya angin lalu, aku sadar itu, dan tak tahu kenapa. Mungkin, karena aku tak bisa optimis menghadapi sesuatu? Bisa jadi. Atau mungkin karena ada kesalahan-kesalahan lain yang menyangkut hubunganku dengan Allah?

Yup, benar. Ini tentang skripsiku. Heheeeee. Belum selesai.

Anggaplah kesalahan itu membuatku merasa sedang berada di titik rendah dalam hidup. Aku menjadi lebih sering melihat ke atas, ke orang-orang yang lebih berhasil, pun termasuk melihat ke arah langit. Bertanya-tanya pertanyaan krusial. Wkwk. Seperti, mengingat lagi, seperti yang sering diingatkan orang-orang sekitarku, tujuanmu bukanlah lulus, tapi bagaimana engkau menikmati prosesnya. Sungguh sebuah nasehat untuk menata kembali niat dan, harusnya, membuatku kembali bersemangat.

Saat berada di titik terendah, benar seperti yang dikatakan banyak orang, aku merasa "lebih mendekat" kepada Tuhan. Apalagi, judul skripsiku temanya tak jauh-jauh amat dari hal tersebut, tentang spiritualitas. 

Apa itu spiritualitas? Sering 'kan mendengarnya ya? Sebenarnya tema tersebut lebih banyak di bahas di psikologi, namun perlu diketahui, spiritualitas juga merupakan salah satu komponen dari keilmuan kesehatan, termasuk keperawatan. Kita bisa melihat masalah/penyakit seseorang tak hanya dari fisiknya, tapi keseluruhannya yang terdiri dari biologi-sosio-psiko-spiritual-kultural. 'Kan? Tapi seringnya yang menjadi fokus hanya permasalahan biologisnya.

Aku sendiri masih tak mampu mendefinisikan dengan bahasaku sendiri apa itu spiritualitas. Dan bahkan setiap orang mungkin akan memiliki definisinya masing-masing. Kurang lebih spiritualitas terkait pencarian makna atau pemaknaan seseorang tentang kehidupan, yang termanifestasi kepada hubungan kepada diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan atau sesuatu yang memiliki makna besar. Masih abstrak banget kan? Ya, aku masih belum memahami sepenuhnya, dan hanya mengambil beberapa kata pokoknya saja, sedangkan jembatan yang menghubungkan kata-kata tersebut masih samar. Kenapa aku ceritakan tentang definisinya? Wkwk. Karena itulah bagian yang sebenarnya membuat aku belajar.

Kiranya memang benar. Apa yang terjadi dalam hidup ini, apapun itu, termasuk sesuatu yang saat ini kita anggap sia-sia, pasti akan bermakna sesuatu. Kalau kita tak mengetahuinya sekarang, bukan berarti hal tersebut memang sia-sia, namun karena keterbatasan kita yang tak mampu melihat masa depan, mengharuskan kita untuk berprasangka baik atas hal tersebut. 

Itulah yang aku rasakan, barangkali tak harus menunggu lama agar aku sedikit mengerti. Seperti yang dikatakan dalam literatur, saat kejadian stres dalam hidup, seseorang menjadi lebih spiritual. Ah, itu benar sekali. Menjadi lebih spiritual itu artinya bisa jadi seperti ini, kita melakukan kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan spiritualitas kita. Misalnya berdoa, berbagi dengan orang lain, melakukan kegiatan cinta lingkungan, bermusik barangkali juga dapat menumbuhkan spiritualitas.

Itu juga yang aku rasakan saat ini. Lebih sering mendekat kepada Tuhan, merayunya dan meminta banyak hal. Bukankan memang itu yang diinginkan oleh Allah? Hambanya mendekat kepadanya. Dan dari berbagai cara yang Tuhan miliki, kesalahanku ini sebenarnya adalah sebuah keuntungan. Karenanya aku menjadi mencoba untuk mendekat kepada Allah karena kesalahan itu. Dan bukankah, setiap hal yang membuat manusia mendekat kepada Penciptanya adalah sebuah kebaikan? Adalah hal yang baik 'kan? Coba lihat, dimana bagian yang terlihat buruk? Kalaupun ada buruknya, mungkin itu perkataan-perkataan dari tetangga rumah yang tak ingin kita dengar. Seharusnya, aku tak khawatir, karena perkataan itu tak akan mampu menurunkan derajatku di hadapan Allah, 'kan?

Huft.. benar. Walaupun tak semuanya mampu aku lakukan.

Lalu, menikmati proses itu adalah bagian tersulitnya. Bagiku, aku banyak mengeluh sebenarnya, atau karena terlalu banyak mengeluh itu ya, makanya sulit.

Tergoda. Pada dunia. Itu yang paling sulit kuhadapi. Seringnya, terseret dalam pusarannya dan terjebak dalam lingkaran yang tak memiliki ujung henti. Ya kecuali ada yang memutus lingkaran itu sehingga menjadi satu garis yang memiliki ujung, sehingga aku bisa keluar lewat ujung tersebut.

Tergodaku pada HP. Yup, yang menjadi penggoda terbesarku adalah HP. Tak perlu dijelaskan alasannya. Kira-kira seperti apa sudah tahu kan bagaimana dia menggodaku?

Maka, benar sekali kalau nasehat supaya bisa cepat mengerjakan skripsi itu ya dengan cara dikerjakan, dan matikan HP Anda.

Sayangnya, diri sering berdalih, "Kan butuh buat searching-searching." 

-----iklan dulu, diingetin temen sebelah buat lanjut ngerjain skripsi dulu :)----

Beberapa hari ini, aku mencoba untuk mengurangi penggunaannya. Walaupun masih lama juga kalau dihitung waktu penggunaan HP ku. Tapi lumayanlah bisa turun 50%. Dari yang awalnya 10 jam per hari (:v nggak tahu ngapain aja aku selama itu) menjadi 5 jam per hari (wkwk, masih lama ya?) Oke aku mengakui kalau aku tak punya kesibukan, jadi HPlah yang mengalihkan semuanya.

Soo aku mengurangi penggunaannya dengan cara uninstall aplikasi yang paling lama penggunaannya. Oh iya, aku mengukur waktu penggunaan HP ini dengan aplikasi Quality Time. Disitu kita bisa tahu aplikasi apa saja yang paling sering digunakan. Dan the most used apps nya adalah Chrome. Selamat! Wkwk. Maka aku uninstall si Chrome, masih ada aplikasi internet bawaan sih, tapi karena tidak di update, kecepatannya lambat, jadi males juga kalau mau pake aplikasi itu.

Aplikasi kedua yang paling sering digunakan adalah Instagram. Langsung uninstall juga. Selain itu, aplikasi comic juga menyita banyak waktu. Langsung delete juga.

Yahh, walaupun ternyata aku masih lama menggunakan HP nya, tapi setidaknya sudah berkurang setengahnya. Jadi kalau aku mau kaburpun dari skripsiku, bukan ke HP, tapi ke buku lah paling tidak. Katanya hobinya membaca. Hehehe.

Dann karenayang menyita waktuku itu adalah akses FB dan IG, maka kedua akun itupun aku nonaktifkan sementara. Janjinya sih setelah ketemu dosen akan dibuka lagi. Tapi... karena masih sedikit penasaran, kadang buka second account. Tapi gak ada apa-apa disana, jadi tidak terlalu lama buka langsung tutup lagi.

Nah.. sekian cuarahan hati saya. Semoga yang telah membaca dilancarkan urusannya ya. Mohon maaf sudah menyita beberapa menit anda untuk membaca ini, hehehe. Kalau ada saran dan tips, bolehlah disimpen sendiri, eh maksudnya, disampaikan di bawah. hehe.

No comments:

Post a Comment