Saturday, July 4, 2020

Perang Paska Ramadan dan Perang Yarmurk

Perang yang dimaksud disini hanyalah sebuah analogi, begitu kiranya. Namun memang benar kita akan selalu berperang, membutuhkan strategi, kemampuan dan tentu saja dari semua itu adalah ilmu. Siapa musuh kita? Dimana medan perangnya? Apa saja kemampuan dan senjata yang kita butuhkan? Dan bagaimana strateginya?
Gambar dari Pinterest


Dibuka dengan kisah para ulama terdahulu saat Ramadan telah berlalu, merekalah contoh terbaik. Dalam catatan ini mungkin tidak merangkum secara lengkap, namun kurang lebih inilah yang setidaknya berhasilsaya tangkap dan coba saya ikat. “Rabbana taqobbal minna (Al-Baqarah: 127)” adalah doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim, yang artinya, “Ya Allah terimalah amal kami.” Seringkali juga kita dengar dalam ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri, ”Taqabballahu minna wa minkum.” Ada apa dibalik doa tersebut?

Seorang Muslim, setelah beramal, sebaiknya merasa harap-harap cemas. Antara khauf dan raja’. Maka diantara sikap para ulama terdahulu adalah berdoa “Ya Allah terimalah amal kami.” Takut kalau-kalau amalnya itu tidak diterima oleh Allah. Takut yang bukan berarti tidak mau mengerjakan amal kebaikan lagi. Namun takut amalnya tidak diterima sehingga akan senantiasa memperbaiki amalnya menjadi lebih dan lebih baik lagi. Namun juga bukan berarti sangat pesimis, kita juga perlu untuk mengaharap amal kita diterima. Pada intinya adalah seimbang antara harap dan takut.

Ramadan adalah bulan penempaan bagi umat Muslim, sebuah madrasah untuk mendidik umat Muslim, dan langsung diberikan oleh Allah. Kata Ali bin Abi Thalib, “Siapa yang merasa amalnya diterima maka aku ucapkan selamat, dan siapa yang amalnya tidak diterima saya akan bertakziyah kepadanya.” Euforia Syawal, kegembiraan adalah miliki orang-orang yang amalnya diterima. 

Sebagaimana sebuah madrasah, sekolah, maka ada sebuah fase bernama kelulusan. Siapa yang lulus? Seperti yang disebutkan sebelumnya, adalah mereka yang amalnya diterima. Syukur dari bertemunya seseorang dengan Ramadan adalah Sholat Idul Fitri. Dan makna dari semua ilmu dan amal seseorang adalan merasa hina dihadapan Allah.

Masuklah pada inti halaqah, yaitu tentang perang paska Ramadan. Mengapa disebut perang? Karena setelah Ramadan, pintu neraka kembali dibuka, syetan-syetan kembali menggoda. Perang seba’da Ramadan amatlah panjang waktunya, dari mulai Syawal hingga Sya’ban lagi. Musuh dari eksternal adalah syetan dari golongan jin dan manusia, sedang musuh internal adalah nafsu kita sendiri. Kemampuan (senjata) yang kita miliki atau yang kita butuhkan adalah hati, akal, jiwa serta ilmu untuk menyusun strategi. Yang tak disangka-sangka ternyata medan perangnya ada di dalam diri kita masing-masing. Manusia tidaklah tanpa dosa seperti malaikat, dan tidaklah begitu buruk seperti syetan. Manusia memiliki keduanya, fujur dan taqwa.

Dengan beberpa paparan diatas, maka strategi yang bisa kita jalankan antara lain adalah:
  • Minta pertolongan kepada Allah. Sesederhana mengucapkan basmallah setiapkali akan memulai sesuatu.
  • Ilmu. Senantiasa bermajelis ilmu, bagaimana mungkin kita akan mengetahui benar dan salah sementara kita tak mengilmuinya?
  • Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa). Sesederhana misalnya dengan istighfar.
Lalu apa kaitannya Perang Yarmuk dengan perang paska Ramadan? Jawabannya ditambahkan oleh Ustadzah Tika Faiza. Mungkin kisah ini sudah begitu mengena bagi sebagian orang, namun bagi saya sendiri rasanya baru mendengar.

Perang Yarmuk. Medangnya ada di wilayah Yarmuk. Perang ini nantinya berkaitan dengan pembebasan tanah Palestina. Strategi awalnya adalah melakukan penyerangan ke daerah perbatasan dahulu, yaitu Yarmuk (kalau tidak salah perbatasan Syam). Musuhnya adalah tantara Romawi. Umat Muslim dipimpin oleh panglima perang paling ditakuti oleh musuh, siapa saja yang mendengar namanya merinding di tubuhnya. Dialah Khalid bin Walid. Dengan jumlah tantara perang sekitar 30.000 orang. Romawi dipimpin oleh Theodorus Gregoreus. Dengan jumlah pasukan lebih banyak, 240.000 an ribu. Di tengah peperangan, Gregoreus menantang duel dengan Khalid.

Tombak baja sang panglima Romawi pecah oleh pedang Khalid. Di tengah duelnya, Gregoeus bertanya, “Benarkah pedangmu itu dari langit.” Khalid menjawab, “Tidak. Semula dengan pedang ini aku memerangi utusan Allah. Namun Allah menurunkan hidayah ke hatiku. Untuk itu dengan pedang ini juga, aku memerangi musuh-musuh Islam.” Kurang lebih dengan penjelasan Khalid, Gregorius-pun ber-Islam.

Kiranya, seperti itulah nafsu manusia. Seperti Gregorius, awalnya dia adalah musuh kita, musuh yang kita lawan. Namun dengan mendidiknya, bisa jadi ia menjadi kawan baik kita dalam beribadah kepada Allah. Wallahu a’lam. 

Catatan Kecil Halaqah Gabungan MQMM#2 dengan Ustadazah Zulfah 8 Juni 2020/ 16 Syawal 1441 H (Bagian dari tugas)

No comments:

Post a Comment